Obat ranitidine obat
untuk lambung yang bekerja dengan cara menekan sekresi (pembentukan) asam
lambung. Sedianan diIndonesia terdapat Ranitidin Tablet, Sirup dan Injkesi. Obat ini selain beraksi pada lambung juga dapat digunakan untuk
pengatasan penyakit diluar lambung seperti ulkus duodenum, Esofagitis. Karena
penyakit diluar lambung tersebut terjadi juga karena dipengaruhi asam lambung.
Asam lambung yang
dibutuhkan tubuh itu menjadi membahayakan tubuh ketika jumlahnya berlebihan.
Produksi berlebihan dapat terjadi karena faktor fisiologis tubuh seseorang,
atau dipicu mananan / minuman tertentu. Kebiasaan makan secara tidak teratur
juga berperan dalam peningkatan resiko tukak.
Tubuh dapat menghafal
waktu dimana kita biasa makan, dan secara spontan mensekresikan asam lambung,
bilamana kita saat itu kita tidak sedang makan maka asam lambung akan
berinteraksi langsung dengan dinding mukosa lambung. Kejadian ini yang berulang
dan dalam jangka waktu yang lama dapat membuat mukosa lambung lama kelamaan
terkikis dan bisa terjadi tukak (borok / luka) oleh sifat asamnya.
Obat ranitidine
merupakan salah satu obat yang digunakan untuk masalah gangguan pecernaan
terutama yang terkait dengan asam lambung. Secara mekanisme aksi dapat
dikatakan ranitidine ini sebagai obat menengah, pada kasus dimana penggunaan
antasida belum mampu mengatasi gejala tukak.
Ranitidine memiliki
penghambatan sekresi asam lambung yang terbatas (menghambat 50% sekresi asam
lambung) sehingga tidak tepat digunakan pada kasus parah secara tunggal,
kecuali digunakan secara kombinasi bersama obat lain untuk saling menguatkan.
Ranitidin Injeksi
Obat Ranitidine bentuk
Injeksi banyak digunakan di rawat inap, seperti rumah sakit. Selain efek terapi
cepat, penggunaan injeksi tidak bisa digunakan masyarakat umum membuat sediaan
ini cenderung dipakai di tempat tempat pelayanan kesehatan.
Bentuk sediaan injeksi
ranitidine secara umum berbentuk ampul, dimana penggunaanya dengan mematahkan
leher ampul yang kemudian diambil cairan didalamnya menggunakan spuit injeksi.
Dosis Sediaan yang
umum pada bentuk injeksi ini 25mg setiap mL obat ranitidine injeksi atau 50mg
setiap 2ml injeksi ampul.
Jalur penggunaan obat
ranitidine injeksi melalui beberapa jalur diantaranya melalui Intravena bolus,
Infus Intravena, Intramuskular.
Injeksi Intramuskular
adalah obat injeksi yang disuntikkan melalui jalur muscle atau otot. Obat
ranitidine akan diserap melalui otot baru kemudian diserap ke pembuluh darah
yang dilanjutkan ke seluruh tubuh atau tempat aksinya.
Pada penggunaan
sediaan injeksi melalui jalur IM (Intramuskular) obat dapat langsung digunakan
tanpa harus diencerkan dengan pelarut terlebih dahulu. Biasanya di pakai setiap
6 – 8 jam, atau sekitar 3 – 4x sehari.
Injeksi Intravena (IV)
adalah obat injeksi yang disuntikan melalui pembuluh darah vena. Obat
ranitidine injeksi disuntikan langsung ke pembuluh darah vena untuk mendapat
efek terapi yang cepat dan optimal.
Obat ranitidine yang
melalui jalur Intravena injeksi harus mengalami pengenceran terlebih dahulu.
Cairan pengencer dapat menggunakan Normal Saline atau disebut juga Natrium
Klorida (NaCl) 0,9% atau cairan steril lain yang cocok.
Selain diencerkan
dengan Natrium Klorida (NaCl) 0,9% atau Normal Saline, Obat ranitidine injeksi
juga dapat dencerkan dengan Dekstrosa 5% dalam air. Obat ranitidine yang telah
diencerkan dapat bertahan selama 48 jam (2 hari) pada suhu ruangan sebelum
akhirnya mengalami kerusakan.
Sama halnya dengan
jalur injeksi intravena, Jalur Infus intravena juga memerlukan pengenceran,
menggunakan pengencer yang cocok. Seperti NaCl 0,9% (Normal Saline atau
Dekstrosa 5%.dalam air.
Infus menurut kamus
besar bahasa Indonesia (KBBI) pemasukan obat dsb (berupa cairan) tanpa tekanan
istimewa melalui pembuluh darah atau rongga badan. Sedangkan definisi menginfus
dalam KBBI (Kamus Besar bahasa Indoensia) adalah memberikan cairan berisi
vitamin dan mineral melalui botol ke pembuluh darah.
Infus Intravena obat ranitidine digunakan untuk
mencapai pemberian dosis yang perlahan dan secara kontinyu (terus menerus dalam
waktu tertentu).
Untuk lebih memahami tentang sediaan ranitidine injeksi, simak video berikut ini :
Merek Dagang Injeksi Rantidin
a.Anitid
Dosis sediaan :
25mg/mL
Penggunaan : Intramuskular 50mg (2mL) tanpa
pengenceran setiap 6 – 8 jam.
Intermiten Intravena Bolus,
Intermiten Intravena Infus
Injeksi Intravena Kontinyu
b.Fordin
Dosis Sediaan : 50 mg
/2ml /ampul
Digunakan untuk pasien
rawat inap hipersekresi atau ulkus yang sulit teratasi.
Penggunaan :
IntraMuskular (IM), setiap 6 – 8 jam.
c.Radin
Dosis Sediaan :
25mg/mL
Penggunaan : Injeksi
Intravena (IV) 50 mg setiap 6 – 8 jam.
Injeksi Intramuskular (IM) 50 mg
setiap 6 – 8 jam.
Intermiten 50 mg setiap 6 – 8 jam.
d.Ranin pharos
Dosis Sediaan : 50 mg
/ ampul
Penggunaan :
e.Ranitidine
Dosis Sediaan : 25mg
/ampul
Penggunaan : Injeksi
Intramuskular (IM) 50 mg setiap 6 – 8 jam (3 – 4 x sehari)
Injeksi Intravena (IV) suntikan
lambat 50 mg setiap 6 – 8 jam (3 – 4 x sehari)
Infus Intravena (IV) 50 mg setiap 6
– 8 jam (3 – 4 x sehari)
f.Ranivell
Dosis Sediaan : 25mg/ ampul
Penggunaan :
g.Rantin
Dosis sediaan : 50 mg / ml injeksi
Penggunaan :
h.Renatac
Dosis Sediaan : 50 mg / vial
Penggunaan :
i.Tricker
Dosis Sediaan : 50 mg / ampul injeksi
Penggunaan : Injeksi Intramuskular (IM) 50 mg tiap 6 – 8 jam (3 – 4x sehari) tanpa
pengeceran.
Injeksi
Intravena Intermiten Bolus (IV) 50 mg (2ml) 3 – 4 x sehari dengan pengenceran.
Infus
Intravena Kontinyu 150 mg diencerkan dalam 250 mL larutan yang cocok.
j.Ulceranin
Dosis Sediaan : 25mg / mL injeksi
Penggunaan : Intravena (IV) 50 mg diencerkan 20
mL, disuntikkan < 4mL permenit selama 5 menit, setiap 3 – 4 x sehari (6 – 8
jam).
Intramuskular
(I.M) 50 mg setiap 6 – 8 jam atau 3 – 4 x sehari tanpa pengenceran.
k.Wiacid
Dosis Sediaan : 50 mg/ 2ml injeksi.
Penggunaan : Injeksi Intravena (IV) 3 x 1 ampul
Injeksi
Intramuskular (I.M), 3 x 1 ampul
l.Zantac
Dosis Sediaan : 50 mg
/ 2ml ampul injeksi
Penggunaan :
m.Zantadin
Dosis Sediaan : 50 mg
/ 2ml Ampul injeksi
Penggunaan:
Farmakologi Ranitidin Injeksi
Obat ranitidine dapat
melewati barrier sehingga bisa memasuki kedalam ASI. Sehingga penggunaan pada
ibu menyusui perlu diperhatikan secara seksama karena resiko bayi ikut meminum
dosis obat ranitidine yang di minum ibunya.
Kemampuan melewati
sawar darah otak minimal, sehingga efek obat terhadap kesadaran misalnya efek
mengantuk tidak muncul.
Sekitar 15% dari dosis
obat terikat dengan protein, 15% obat yang terikat dengan protein tersebut
tidak memberikan efek terapi karena tidak bertemu dengan reseptornya. Untuk
bisa memberikan efek terapi, obat harus bertemu dengan reseptor sehingga
menghasilkan aksi aksi tertentu.
Obat ranitidine yang
berhasil mengikat reseptor H2 di sel parietal membuat senyawa asli yang
sejatinya mengikat reseptor H2 sehingga dihasilkan pelepasan (sekresi) asam
lambung terhambat oleh obat. Maka akan terjadi sebaliknya yaitu sekresi asam
lambung menjadi terhambat.
Waktu paruh (t ½)
eliminasi Obat ranitidine Intravena adalah sekitar 2 – 2,5 jam sejak penggunaan
pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal, eliminasi berjalan lebih lama dari pada pasien dengan ginjal normal.
Sediaan injeksi
ranitidine melalui jalur Intramuskular dapat mencapai kadar puncak sekitar 15
menit setelah penyuntikan. Kadar puncak dapat disebut sebagai kadar tertinggi
obat yang terserap setelah penggunaan yang kemudian menurun bersamaan dengan
proses metabolisme dan eliminasi obat.
Eksresi obat
ranitidine melalui dua bentuk yaitu bentuk utuh obat ranitidine tidak berubah
atau bentuk metabolitnya. Pada ranitidin injeksi intravena sekitar 70% obat
diekskresikan dalam bentuk utuh dan sisanya 30% obat dieksresikan melalui
feses.
Cairan Steril
Masih teringat dengan tweet dosen saya yang menyebutkan, ‘steril adalah hal yang mutlak, tidak ada istilah
hampir steril, setengah steril, yang ada hanya steril atau tidak steril.
Salah satu syarat
sediaan injeksi adalah bebas bakteri atau pirogen, sehingga memerlukan cairan
pencampur dan bahan bahan yang steril atau menggunakan teknik sterilisasi pada tahap akhir.
Yang dimaksu
sterilisasi tahap akhir adalah ketika obat sudah dicampur / disiapkan kedalam
kemasan ampul, vial atau lainya kemudian disterilisasi pada tahap akhir
sehingga didapat sediaan yang steril.
Secara umum pembuatan
sediaan injeksi terdiri dari 2 metode, yakni metode aseptic atau metode
sterilisasi akhir. Metode aseptic adalah pembuata sediaan obat melalui tahap
tahap yang semuanya dalam kondisi steril. Baik steril bahan bakut, peralatan
dan lingkunga.
Metode sterilisasi
akhir dipakai karena lebih ekonomis. Proses pembuatan tidak harus dalam kondisi
aseptic, pada produk akhirnya melalui proses sterilisasi, dan kemudia dikemas.
Membuat Obat Injeksi
Pengertian Sediaan
Obat Injeksi adalah sedian obat steril yang disuntikkan dengan cara merobek
jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Sediaan
injeksi ini bisa berbentuk larutan, suspensi, emulsi atau serbuk steril yang
sebelumnya diencerkan sebelum digunakan.
Sediaan injeksi berdasarkan
jalur pemberiannya dapat di golongankan menjadi beberapa jenis :
a. Injeksi Intrakutan
atau intradermal (i.c)
volume larutan sekitar 0,1 –
0,2 mL. biasanya digunakan untuk tujuan diagnosis, seperti pada ekstrak alergenik.
b. Subkutan atau hipoderma
(s.c)
larutan yang disuntikkan dibawah
kulit ke dalam alveola dengan jumlah tidak melebihi 1ml.
c. Intramskular (i.m)
Injeksi disuntikkan ke otot
daging dengan volume tidak melebihi 4 mL. Pada penyuntikan volume besar di
lakukan secara perlahan untuk meminimalisir rasa sakit dan sebisa mungkin
volumenya dibawah 4 mL. penyuntikan pada otot dada dapat disuntikkan hingga 200
mL, sedangkan pada otot lain volumenya lebih kecil.
d. Intravena (i.v)
Penggunaan injeksi intravena
diperlukan bila dikehendaki efek terapi sitemik yang cepat, karena obat
langsung masuk ke pembuluh darah vena sirkulasi sistemik. Larutan Obat Injeksi
intravena harus jernih, bebas endapan atau partikel padat agar tidak menyumbat
pembulu darah yang dapat berakibat kematian.
Sediaan injeksi
intravena tidak boleh mengandung bakterisida, dan jika larutan yang
diinjeksikan melebihi 10 ml maka laruta harus bebas pirogen.
Pirogen sendiri adalah
senyawa yang dapat menimbulkan efek demam.
e. Intraarterium (i.a)
umumnya berbentuk larutan
yang disuntikkan ke arteri untuk mencapai efek segera pada daerah perifer. Sediaan
injeksi ini tidak boleh mengandung bakterisid.
f. Intrakor atau Intrakardial (i.k.d)
Larutan injeksi yang
digunakan pada keadaan gawat darurat dan disuntikkan ke dalam otot jantung atau
bentrikulus. Injeksi jenis ini juga tidak boleh mengandung bakterisid.
g.Intratekal (i.t), Intraspinal, Intradural.
Injeksi yang disuntikkan ke
sumsum tulang belakang. Larutan injeksi ini harus benar benar steril, dan
bersih karena jaringan syaraf di sumsum tulang belakang sangat peka (sensitif).
Injeksi disuntikkan ke dalam saluran sumsum tulang belakang (antara lumba
vertebrata 3 – 4 atau 5 – 6 ) yang
mengandung cairan cerebrospinal.
h. Injeksi Intrakulus
Sediaan larutan atau
suspensi dalam air yang di injeksikan ke dalam cairan sendi atau kedalam rongga
sendi.
i. Injeksi Subkonjungtiva
sediaan injeksi yang dapat
berbentuk larutan atau suspensi dalam air untuk diinjeksikan ke selaput lendir
mata bawah, umumnya tidak lebih dari 1 mL.
j. Injeksi Intraperitoneal (i.p)
injeksi yang disuntikkan langsung
ke dalam rongga perut. Keunggulannya adalah penyerapan cepat, tetapi resiko
infeksi sangat besar sehingga jarang digunakan pada manusia.
k. Injeksi peridural
(p.d), ekstra dural.
Injeksi yang disuntikan ke
ruang epidural, yang letaknya di atas durameter, pada lapisan penutup terluar
dari otak dan sumsum tulang belakang.
l. Injeksi Intrasisternal (i.s.)
Injeksi yang disuntikkan ke
dalam sumsum tulang belakang yang letaknya di otak
Berdasarkan zat pembawanya sediaan
injeksi dapat di bagi menjadi dua yaitu pembawa berair dan pembawa tidak
berair. Untuk pembawa tidak berair umumnya digunakan minyak untuk injeksi. Olea
pro injection, meliputi minyak lemak, ester asam lemak tinggi baik alami maupun
sintesis. Untuk air yang digunakan untuk injeksi adalah Aqua pro injection,
yang dibuat dengan menyuling kembali air suling.
Efek samping
ranitidine
Efek samping adalah
efek diluar efek terapi obat yang mungkin terjadi, telah terjadi pada sebagian
orang akan tetapi tidak semua pengguna obat tersebut mengalaminya.
Efek samping Terbatas
dan tidak terlalu berbahaya: aritmia, vaskulitis, pusing, halusinasi, sakit kepala,
confusion, mengantuk, vertigo, eritema multiforme, kemerahan, pankreatitis, anemia
haemoliticacquired, agranulositosis, anemia aplastik, granulositopenia,
leukopenia, trombositopenia, pansitopenia, gagal hati, anafilaksis, reaksi hipersensitivitas.
Obat ranitidine
dikontraindikasikan untuk pasien yang hipersensitif terhadap ranitidine atau
bahan bahan tambahan dalam formulasi sediaan obat ranitidine.
Pasien yang
hipersensitif terhadap obat obat nizatidin, simetidine seharusnya tidak
menggunakan obat ini (ranitidine). Karena obat ranitidine, simetidin, nizatidin
adalah obat dalam satu golongan dengan bentuk struktur kimia yang mirip dan
mekanisme kerja yang sama.
Sehingga kemungkinan
bila pasien telah diketahui alergi terhadap salah satu obat, maka pasien juga
beresiko alergi (hipersensitif) terhadap obat lainya yang masih satu golongan
ini.
Hal hal yang mungkin
perlu dimonitoring pengguna obat ranitidine adalah AST, ALT (SGOT, SGPT)
parameter kerusakan hati, Serum Kreatinin para meter gangguan ginjal, Fungsi
ginjal, foecal occult blood.